Showing posts with label Kimia Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Kimia Lingkungan. Show all posts

Kandungan Zat Kimia dalam Gas Air Mata dan Efeknya

22:56 Add Comment
infokimia.com – Gas air mata (tear gas) merupakan suatu campuran senyawa kimia yang kerap digunakan oleh petugas keamanan untuk menertipkan atau membubarkan aksi para demonstran yang cenderung anarkis. Menurut Encyclopedia Britannica, gas air mata pertama kali digunakan dalam Perang Dunia I dalam perang kimia. Di lapangan, senyawa gas air mata ditemukan dalam bentuk peluru dan ditembakkan dengan senjata khusus ke udara.

Kandungan Zat Kimia dalam Gas Air Mata

Gas air mata mengandung  berbagai macam senyawa kimia, antara lain Serbuk arang kayu, merica, potasium nitrat, silikon, sukrosa, potasium klorat, magnesium karbonat, dan senyawa halogen organik sintetik, seperti CS (o-chlorobenzylidenemalononitrile) dan CN (ω-chloroacetophenone). Secara teknis zat kimia dalam peluru gas air mata bukan berbentuk gas melainkan bubuk halus yang dapat mengembang ke udara apabila ditembakkan.

Gas air mata apabila ditembakkan ke udara dapat mengakibatkan produksi air mata berlebih, penglihatan kabur, dan iritasi. Selain itu efek jangka pendek lain yang ditimbulkan apabila menghirup air mata antara lain kesulitan bernapas, batuk-batuk, nyeri dada, hidung berair, hingga perasaan tercekik. Gas air mata sangat berbahaya apabila terhirup oleh penderita asma (sesak napas). 

Apabila gas air mata terhirup terlalu lama maka tubuh akan mengalami kontaminasi, sehingga dapat menimbulkan mual, muntah, dan diare. Selain gangguan pada kesehatan fisik, gas air mata juga menimbulkan gangguan pada psikologis. Gangguan tersebut berupa peningkatan emosi dan menimbulkan kemarahan dikarenakan suasana yang panas.

Bagaimana jika gas air matanya sudah kadaluarsa? Apakah masih bisa digunakan? Jawabannya tentu saja tidak. Gas air mata yang sudah kadaluarsa tentu kandungan zat kimia di dalamnya sudah berubah. Dan pasti akan mengakibatkan efek lain apabila digunakan. Gas air mata yang sudah kadaluarsa mengandung senyawa sianida dan fosgen. Sebagaimana kita ketahui, sianida merupakan racun yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian seketika. Sedangkan fosgen adalah salah satu senyawa yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi tubuh apabila terpapar.

Namun, kita tidak perlu takut, efek yang ditimbulkan dari gas air mata dapat dihilangkan dengan mudah, yaitu dengan mencuci mata dengan air bersih, dan minum susu untuk menentralkan racunnya. Hal lainnya yang dapat meminimalisir efek gas air mata adalah dengan memakai kaca mata pelindung (kaca mata renang), dan masker. 

Tahapan dan Metode Pengolahan Limbah Cair Industri

23:48 Add Comment
infokimia.com – Proses pengolahan limbah cair memiliki tahapan dan metode yang sangat beragam. Secara umum tahapan pengolahan limbah cair meliputi pengolahan primer (primary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment) dan pengolahan tersier (tertiary treatment). 

Sedangkan penentuan metode pengolahan limbah cair disesuaikan dengan jenis polutan yang terkandung di dalamnya. Metode pengolahan limbah cair tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan dan juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.

Pengolahan Limbah Cair Industri

Pengolahan Primer Limbah Cair (Primary Treatment)

Pengolahan primer limbah cair sebagian besar merupakan proses pengolahan secara fisika yang meliputi proses penyaringan (screening) dan pengolahan awal (pretreatment).

1) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Penyaringan

Limbah cair yang mengalir melalui saluran pembuangan terlebih dahulu disaring menggunakan jeruji saring. Metode penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.

2) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Pengolahan Awal

Pengolahan awal limbah cair dilakukan dengan mengalirkan air limbah yang sudah disaring ke dalam tangki atau bak (grit chamber). Pengolahan awal ini berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat lainnya yang berukuran relatif besar.

Pengolahan Primer Limbah Cair
Pengolahan Primer Limbah Cair

Prinsip kerja dari pengolahan awal limbah cair adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel - partikel pasir mengendap di dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Metode pengendapan limbah merupakan metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut.

Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (floation). Metode pengapungan ini berfungsi efektif untuk memisahkan polutan berupa minyak atau lemak. Pengapungan polutan dalam limbah cair dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung-gelembung udara berukuran ± 30 – 120 mikron. Gelembung udara tersebut akan membawa partikel-partikel minyak dan lemak ke atas permukaan air limbah sehingga kemudian dapat dipisahkan.

Apabila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat dipisahkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, apabila limbah tersebut juga mengandung polutan lain, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut yang tidak dapat dihilangkan melalui proses pengolahan primer maka limbah cair tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.

Pengolahan Sekunder Limbah Cair (Secondary Treatment

Pengolahan sekunder limbah cair merupakan proses pengolahan secara biologis dengan melibatkan mikroorganisme pengurai yang dapat mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme pengurai yang digunakan pada proses pengolahan sekunder limbah cair umumnya adalah bakteri aerob. Ada tiga metode pengolahan sekunder limbah cair yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds/ lagoons).

Pengolahan Sekunder Limbah Cair
Pengolahan Sekunder Limbah Cair

1) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Penyaringan Tetesan (Trickling Filter)

Pada metode penyaringan limbah cair dengan tetesan, bakteri aerob ditumbuhkan pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m.  Limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan mengalir melewati media dalam bentuk tetesan. Selama proses penyaringan ini, bahan organik yang terkandung dalam limbah cair akan didegradasi oleh bakteri aerob. 

Aliran limbah cair yang telah sampai ke dasar lapisan media akan menetes ke dalam suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Limbah cair kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan.


2) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Pada metode lumpur aktif, mula-mula limbah cair disalurkan ke sebuah tangki. Di dalam tangki tersebut  limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi bahan organik oleh bakteri aerob yang berlangsung di dalam tangki dibantu dengan pemberian gelembung oksigen (aerasi). 

Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi bahan organik dalam limbah cair. Dibutuhkan waktu selama beberapa jam  sebelum limbah cair disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan. Setelah proses pengendapan selesai, selanjutkan limbah cair dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut, sedangkan lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi.


3) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Kolam Perlakuan (Treatment Ponds/ Lagoons)

Metode kolam perlakuan merupakan metode pengolahan limbah cair yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode kolam perlakuan, mula-mula limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Alga kemudian ditumbuhkan pada permukaan kolam  dan akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan oleh alga tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aerob untuk proses degradasi bahan organik dalam limbah cair. Pada metode ini, terkadang kolam juga dilakukan proses aerasi. Selama proses degradasi bahan organik  berlangsung, partikel-partikel padat tersupensi yang terdapat dalam limbah cair juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah cair terdegradasi dan terbentuk endapan di dasar kolam, kemudian air limbah dapat dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.

Pengolahan Tersier Limbah Cair (Tertiary Treatment). 

Pengolahan tersier limbah cair dilakukan apabila setelah pengolahan primer dan sekunder imbah cair masih terdapat zat berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan tersier limbah cair bersifat khusus, dikarenakan pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat berbahaya yang tersisa dalam limbah cair atau air limbah. Umumnya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder limbah cair adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam anorganik lainnya. 

Pengolahan Tersier Limbah Cair
Pengolahan Tersier Limbah Cair

Pengolahan tersier limbah cair sering disebut juga sebagai pengolahan lanjutan (advanced treatment). Adapun metode pengolahan tersier limbah cair meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika, misalnya metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik. Metode pengolahan tersier limbah cair jarang diterapkan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini dikarenakan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier limbah cair cenderung tinggi.

Pengolahan Lanjutan Limbah Cair

Adapun pengolahan lanjutan limbah cair atau air limbah meliputi proses desinfeksi (disinfection) dan pengolahan lumpur (sludge treatment).

1) Disinfeksi Limbah Cair (Disinfection)

Disinfeksi (disinfection) merupakan proses pengolahan limbah cair dengan menambahkan senyawa kimia atau perlakukan fisik yang bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair.

Contoh disinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV), atau dengan ozon (Oз). Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum air limbah dibuang ke lingkungan.

Pengolahan Lumpur Limbah Cair
Pengolahan Lumpur Limbah Cair

2) Pengolahan Lumpur Limbah Cair (Sludge Treatment)

Setiap tahapan pengolahan limbah cair (primer, sekunder atau tersier) akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur yang mengandung endapan polutan tersebut tidak dapat dibuang secara langsung ke lingkungan, namun perlu diolah lebih terlebih dahulu. Lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai secara anaerob (anaerob digestion). Setelah diurai, kemudian lumpur disalurkan ke beberapa alternatif seperti dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (insinerasi).

Definisi, Sumber, dan Dampak Limbah Pada Kesehatan

23:45 2 Comments
limbah cair domestik


Definisi Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi dari sektor industri maupun aktivitas domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan dapat berupa sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik (grey  water). Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan  dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.


Sumber Emisi Limbah

Jenis dan skala kegiatan yang diduga menjadi sumber pencemar disebut sebagai sumber emisi limbah. Sumber emisi limbah pada umumnya berasal dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan dan pariwisata (rekreasi).

Limbah Domestik (Pemukiman)

Limbah pemukiman umumnya berupa limbah padat dan limbah cair. Contoh Limbah padat pemukiman adalah sampah rumah tangga, sedangkan contoh limbah cair pemukiman adalah tinja. Baik limbah padat atau cair, keduanya dapat mencemari lingkungan, khususnya sumber air. Air yang tercemar limbah pemukiman akan menjadi sumber penyakit menular, sehingga tidak layak digunakan sehari-hari.

Limbah Industri

Limbah industri dapat berupa gas, cair maupun padat. Limbah yang dihasilkan oleh industri umumnya termasuk kategori limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Limbah industri dapat mencemari lingkungan perairan, tanah, dan udara.

Limbah cair hasil industri dapat berupa sisa reaktan seperti logam-logam berat. Apabila limbah cair dibuang ke perairan, misalnya sungai akan mencemari air sungai, sehingga air sungai tersebut tidak dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air.

Limbah padat hasil industri umumnya berupa sampah-sampah anorganik yang tidak dapat terurai. Apabila limbah padat tersebut dibuang langsung ke tanah maka akan mencemari tanah dan sumber air tanah. Tanah yang tercemar tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman, sehingga tanah menjadi tidak produktif.

Limbah gas hasil industri yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SO2, NO2, CO, dan gas-gas hasil pembakaran lainnya. Gas SO2 dan NO2 merupakan gas penyebab terjadinya hujan asam. Hujan asam dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian, dan hutan. 

Limbah B3 yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun. Akumulasi dari logam berat di dalam tubuh dapat mengakibatkan kanker, keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.

Baca JugaTeknik Pengambilan Sampel (Sampling) Air Limbah



Limbah Pertanian

Limbah pertanian umumnya berasal dari pestisida dan pupuk. Pada dasarnya pestisida digunakan untuk membunuh hama, tetapi karena pemakaiannya yang tidak sesuai dengan prosedur keselamatan kerja maka pestisida menjadi biosida (pembunuh kehidupan). Pestida yang dipakai secara berlebihan akan mengkontaminasi sayuran dan buah-buahan.
Penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak sesuai standar akan mengakibatkan kontaminasi perairan. Hal tersebut dikarenakan pupuk yang berlebih tidak seluruhnya diserap oleh tanaman. Sisa pupuk tersebut akan larut dalam air dan kemudian terbawa ke dalam sumber air. Apabila pupuk terlarut tersebut sampai diperairan yang terdapat gulma, maka akan merangsang pertumbuhan gulma dan menimbulkan eutrofikasi. Dan pemakaian herbisida untuk mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab terkontaminasinya ikan, udang dan biota air lainnya.

Limbah Pertambangan

Limbah pertambangan dihasilkan melalui proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Contohnya, pertambangan emas memerlukan bahan air raksa atau mercuri untuk mengikat unsur agar terpisah dari zat pengotornya. Setelah emas terikat, maka unsur mercuri tersebut dibebaskan dari emas untuk mendapatkan emas murni. Namun sering kali unsur mercuri dari pertambangan emas langsung dibebaskan ke lingkungan perairan (sungai). Merkuri yang terlarut di dalam air akan menjadi limbah logam berat cair yang sangat berbahaya. Limbah merkuri adalah penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.

Limbah Periwisata (Rekreasi)

Kegiatan pariwisata dapat menghasilkan limbah padat, cair dan gas. Limbah padat yang dihasilkan dalam sektor pariwisata berupa sampah anorganik seperti plastik dan sebagainya. Sedangkan limbah cair dan gas dihasilkan  melalui sarana transportasi yang berupa gas buangan kendaraan, tumpahan minyak dan oli dilaut sebagai limbah perahu atau kapal motor dikawasan wisata bahari.

Dampak Emisi Limbah Pada Kesehatan

Emisi limbah yang dibuang ke lingkungan akan menyebar secara luas di lingkungan sesuai dengan kondisi media transportasi limbah. Apabila emisi limbah menyebar melalui udara maka penyebarannya tergantung dari arah angin dominan dan dapat menjangkau wilayah yang cukup luas. Apabila emisi limbah menyebar melalui air maka penyebarannya sesuai dengan arah aliran air dan dapat menjangkau wilayah yang sangat jauh. Adapun komponen lain yang ikut menyebarkan emisi limbah tersebut adalah biota air yang ikut tercemar.

Aktivitas manusia di lingkungan tercemar limbah akan sangat berbahaya bagi kesehatan. Aktivitas tersebut dapat berupa menghirup udara yang tercemar, minum air yang tercemar, makan makanan yang terkontaminasi dan kemasukan limbah melalui kulit. Umumnya kontaminasi emisi limbah B3 ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan (hidung), oral (mulut), dan kulit.

Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh kontak dengan emisi limbah bervariasi: dari ringan, sedang, sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian. Variasi tersebut tergantung dari dosis dan waktu kontak dengan emisi limbah.

Adapun jenis penyakit yang ditimbulkan akibat kontak dengan emisi limbah pada umumnya merupakan penyakit non infeksi, misalnya keracunan, kerusakan organ, kanker, hypertensi, asma bronchioli, pengaruh pada janin yang dapat mangakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental, gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan dan lain sebagainya.


Pengertian, Penyebab, dan Indikator Pencemaran Air

22:34 Add Comment
infokimia.com – Pencemaran  merupakan  suatu  penyimpangan  dari  keadaan  normalnya.  Jadi pencemaran air merupakan suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan dari  keadaan  normalnya.  Keadaan  normal  air tergantung  pada  faktor kegunaan air dan sumber air. Pencemaran  air  merupakan bertambahnya  suatu  material  atau  bahan  yang disebabkan oleh aktivitas manusia  yang dapat mengurangi  atau  merusak  daya  guna perairan. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas rumah tangga dan aktivitas industri.

Suatu sumber air dikategorikan tercemar jika kualitas atau komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak bisa lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lainnya. Selain itu pencemaran (polusi) air dapat dikatakan sebagai penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Adapun ciri-ciri suatu sumber air mengalami pencemaran sangat bervariasi, tergantung dari jenis polutan atau komponen yang mengakibatkan polusi.

air tercemar oleh sampah

Penyebab Pencemaran Air

Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan pencemaran air sungai, terutama sungai-sungai yang melintasi daerah perkotaan dimana  sebagian air bekas aktivitas manusia dibuang ke sistem perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu.

Berdasarkan sumbernya, penyebab pencemaran air secara umum dapat dikategorikan  sebagai kontaminan langsung dan tidak langsung.

1) Kontaminan Langsung

Kontaminan langsung yaitu kontaminan yang berasal dari sumber polus yang berinteraksi langsung dengan air, meliputi  effluent  yang keluar dari  industri, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah), dan lain sebagainya.

2) Kontaminan Tidak Langsung

Kontaminan tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air melalui permukaan tanah, air tanah, dan atmosfer. Permukaan tanah dan air tanah  mengandung mengandung kontaminan yang berasal dari sisa aktivitas  pertanian seperti pupuk dan  pestisida. Sedangkan kontaminan dari  atmosfer  juga berasal dari aktivitas  manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. 

Selain itu penyebab pencemaran air juga dapat digolongkan berdasarkan  jenis aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri dan rumah tangga. Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar dapat dilihat pada tabel berikut ini.

jenis pencemar dan sumber pencemar air

Indikator (Parameter) Pencemaran Air

Beberapa indikator (parameter) untuk mengetahui kualitas air, meliputi  indikator fisika, kimia dan biologi.

1) Indikator Fisika  

Indikator fisika yaitu indikator pencemaran air  berdasarkan tingkat kejernihan  air (kekeruhan),  perubahan  suhu,  warna  dan  adanya perubahan warna, bau, dan rasa.

2) Indikator Kimia 

Indikator kimia yaitu indikator pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

3) Indikator Biologis

Indikator Biologis yaitu indikator pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, seperti bakteri patogen dan mikroorganisme berbahaya lainnya.

Umumnya indikator yang digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah tingkat keasaman (pH),  oksigen  terlarut  (Dissolved  Oxygen (DO)), kebutuhan  oksigen  biokimia  (Biochemical  Oxygen  Demand (BOD)), dan kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand (COD)).

Pada pemantauan kualitas air pada sungai harus selalu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit badan  air  sungai  dapat  dikaji  untuk  keperluan  pengendalian  pencemarannya.

Mengolah Sampah dengan Pengomposan (Komposting)

13:55 Add Comment

alat pengomposan sampah (komposting)

1. Pengertian dan Tujuan Pengomposan

Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah kebersihan lingkungan, karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA menjadi berkurang. Adapun kompos sebagai produk komposting adalah hasil tambahan atau bonus yang dapat kita gunakan untuk tanaman sendiri ataupun untuk dijual.

2. Prinsip Dasar Pengomposan

Proses perubahan sampah organik menjadi kompos merupakan proses metabolisme alami dengan bantuan makhluk hidup. Untuk itu, ada beberapa faktor yang wajib dipenuhi.

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Faktor-faktor yang mempengaruhi poses pengomposan adalah:
1) Mikroorganisme atau mikroba, yaitu makhluk hidup berukuran mikro (sangat kecil) yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya bakteri dan jamur.

Mikroba inilah yang ’memakan’ sampah dan hasil pencernaannya adalah kompos. Semakin banyak jumlah mikroba maka semakin baik proses komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari kompos yang sudah jadi ataupun dari lapisan atas tanah yang gembur (humus). 

2) Udara. Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara). Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak hidup, sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan kompos tidak terjadi. Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun, pembalikan dan pengadukan secara teratur sangat penting dalam komposting.

3) Kelembaban. Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 – 70%. Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi organik sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah di tempat yang cukup kering. Namun juga jangan terlalu kering karena mikroba membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka siram atau percikkan lah air jika terlalu kering.

4) Suhu. Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu yang cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang menandakan fase pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk komposting adalah 45 – 70 derajat celcius.

5) Nutrisi. Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi. Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik merupakan sumber makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini akan berubah saat komposting berakhir.

6) Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel sampah organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu sekitar 6 – 8 minggu. Variasi waktu tergantung pada jenis sampah organik dan ada tidaknya unsur tambahan yang mempercepat proses komposting seperti EM4. Ukuran partikel sampah juga perlu diperhatikan dalam pengomposan rumah tangga. Kulit pisang dan sayuran misalnya, perlu dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam komposter.


4. Tahapan Pengomposan

Tahapan komposting adalah:
1) Penerimaan sampah.
Sampah yang masuk ke lokasi dari gerobak/truk sebaiknya masih relatif segar dan didominasi oleh sampah organik, agar lebih cepat pemilahannya. Jumlahnya perlu dicatat secara rutin dalam log book (buku catatan kegiatan).

2) Pemilahan dan pencacahan sampah organik.
Secara manual, sampah organik dipisahkan untuk dibawa ke tempat pengomposan. Non organik yang dapat di daur ulang dibawa ke area non organik/lapak, sedangkan residu (sisa) dikumpulkan dalam kontainer. Sampah yang berukuran besar dan panjang seperti dari pertamanan dicacah terlebih dahulu.

3) Pencampuran dan pembentukan tumpukan/gundukan.
Agar lebih homogen (merata), beberapa jenis sampah organik (sampah dapur, taman, kotoran ternak dll) perlu dicampur terlebih dahulu. Kemudian ditumpuk berbentuk trapesium (windrow) memanjang atau dalam bak.

4) Pembalikan.
Secara teratur tumpukan dibalik 1 – 2 kali seminggu secara manual dengan memindahkan tumpukan atau digulirkan. Catat waktu / tanggal pembalikan.

5) Penyiraman.
Tumpukan perlu disiram secara rutin untuk menjaga kelembaban proses, menggunakan selang spray agar perata. Hentikan penyiraman untuk tumpukan yang telah berumur 5 minggu atau dua minggu sebelum panen.

6) Pemantauan.
Agar masalah yang timbul dapat diantisipasi sedini mungkin, pemantauan sangat penting. Terutama terhadap suhu, tekstur, warna, bau, dan populasi lalat. Hasil pemantauan dicatat dengan rapi.

Pemantauan juga sebaiknya dilakukan terhadap kompos yang telah dihasilkan, baik kualitasnya maupun kuantiítas atau jumlahnya.

Kualitas kompos dari sampah rumah tangga telah dibuat standar, yaitu Standar Nasional Indonesia atau SNI No. 19-7030-2004. Untuk mengetahui kualitas kompos apakah sudah sesuai standar atau belum, perlu dilakukan uji laboratorium.

Kuantitas atau jumlah kompos dapat dipantau dengan mudah melalui penimbangan setiap kali panen kompos. Melalui data ini, kita dapat memperkirakan sudah berapa banyak jumlah sampah organik yang berkurang dari lingkungan tempat tinggal kita. Jumlah ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi masyarakat untuk menilai apakah program komposting sudah dapat meningkatkan kebersihan lingkungan atau perlu diperluas dan ditingkatkan lagi.

7) Pemanenan dan pengayakan.
Produk kompos matang perlu diayak agar berukuran halus sesuai kemudahan penggunaan.

8) Pengemasan dan penyimpanan.
Jika ingin dijual, kompos halus dapat dikemas sesuai volume yang diinginkan dan diberi informasi tentang nama kompos, bahan baku, produsen kompos, dan kegunaannya untuk tanaman. Setelah dilemas dapat disimpan dalam gudang yang terlindung dari panas matahari dan hujan.

6 Kriteria Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

00:34 Add Comment
Kimia industri atau industri yang berbasis kimia merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan, baik limbah padat, cair maupun gas. Bagi industri-industri besar, seperti industri obat-obatan, teknologi pengolahan limbah yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan limbah secara benar.

Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.



Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemari lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

Karakteristik Limbah B3 menurut PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:

1)  Bahan Mudah Meledak


simbol B3 bahan mudah meledak

Pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Bahan ini dapat berupa zat padat, cair atau campuran keduanya yang akibat suatu reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan besar serta suhu yang tinggi sehingga bisa menimbulkan peledakan. Contoh : Trinitrotoluen (TNT), Nitroglycerine, amonium nitrat

Sedangkan campuran eksplosif dapat terjadi pula akibat pencampuran beberapa bahan terutama bahan oksidator dan reduktor dalam suatu reaktor maupun dalam penyimpanan. Debu-debu seperti debu karbon dalam industri batu bara, zat warna diazo dalam pabrik zat warna dan magnesium dalam pabrik baja adalah debu-debu yang sering menimbulkan ledakan.

Campuran yang dapat menyala, seperti udara dengan gas, udara dengan butir-butir cairan atau udara dengan bahan padat berupa serbuk akan terbakar oleh adanya nyala dan menghasilkan panas dan tekanan. Laju pembakaran dan akibat reaksi pembakaran tersebut dapat bermacam-macam. Letusan, ledakan, dan detonasi dapat dibedakan berdasarkan kenaikan laju pembakaran tersebut.
1) Letusan : bidang api dan bidang tekanan berjalan dengan kecepatan hampir sama (sampai dengan kira-kira 100 m/s). Contoh: Campuran debu/udara yang menyala dalam bejana atau ruang terbuka.
2) Ledakan : gelombang tekanan berjalan di depan bidang api (kira-kira 100 – 300 m/s). Contoh: Campuran uap pelarut dan udara dalam ketel tertutup.
3) Detonasi : gelombang - gelombang berjalan di depan bidang api menghasilkan lagi bidang api selanjutnya, sehingga mengakibatkan kecepatan yang sangat tinggi (lebih dari 300 m/s melebihi kecepatan suara). Contoh: Campuran gas dengan udara yang menyala dalam saluran pipa yang panjang.

2) Bahan Mudah Terbakar


simbol B3  bahan mudah terbakar

Limbah yang mudah terbakar, mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
1) Berupa cairan ung alkohol kurang dari 24%volume dan atau pada titik nyala tidak lebih dari 600C akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
2) Bukan berupa cairan yang pada temperatur dan tekanan standar dapat mudah menyebabkan kebakaran, tetapi melalui gesekan, penyerapan uap air, atau perubahan.
3) Bahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
4) Merupakan limbah pengoksidasi (oxidizers) : bersifat eksplosif karena sangat reaktif atau tidak stabil. Mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraiannya sehingga dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan.
5) Dapat terbakar pada suhu normal, contoh : Gasoline dan Methyl Ethyl Ketone.


3) Bahan Reaktif


simbol B3 bahan reaktif



Bahan kimia yang berlabel reaktif adalah :
a) Bahan reaktif terhadap air
Beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat dengan air, apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara eksotermik (mengeluarkan panas) yang besar atau gas yangmudah terbakar.
Berikut adalah bahan-bahan kimia yang reaktif terhadap air :
1) alkali (Na, K) dan alkali tanah (Ca),
2) logam halida anhidrat (aluminium tribromida),
3) logam oksida anhidrat (CaO),
4) oksida non-logam halida (sulfurilklorida).

Jelas zat-zat tersebut harus dijauhkan dari air atau disimpan dalam ruang yang kering dan bebas kebocoran bila hujan. Bahan kimia yang sangat reaktif bila berkontak dengan air atau uap air di udara, contohnya: Asam sulfat (battery acid), Soda api (lye), Senyawa phosphor .

b) Bahan reaktif terhadap asam
Bahan-bahan yang reaktif terhadap air diatas juga reaktif terhadap asam. Selain itu ada bahan-bahan lain yang dapat bereaksi dengan asam secara hebat. Reaksi yang terjadi adalah eksotermis dan menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau eksplosif. Contoh : kalium klorat/perklorat (KCIO3), kalium permanganat (KMnO4), asamkromat (Cr203). Dengan sendirinya bahan-bahan ini dalam penyimpanan harus dipisahkan dari asam, seperti asam sulfat dan asam asetat. Limbah Sianida, Sulfida, atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12.5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

c) Bahan kimia tidak stabil
Bahan kimia reaktif merupakan bahan kimia yang tidak stabil, dapat mengalami perubahan berbahaya pada kondisi suhu dan tekanan biasa. Semua bahan peledak termasuk golongan yang tidak stabil. Beberapa bahan kimia yang tidak stabil bila cara penyimpanannya tidak tepat dapat menimbulkan panas yang tinggi. Ada juga yang dapat mengembang sehingga memecahkan kontainernya. Contoh: styrene, nitro glycerine.


4) Beracun


simbol b3 bahan beracun

Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut. Pencemar beracun ini dapat tercuci dan masuk kedalam air tanah sehingga dapat mencemari sumur penduduk disekitarnya dan berbahaya bagi penduduk yang menggunakan air tersebut. Selain itu, debu dari limbah ini dapat terhirup oleh para petugas dan masyarakat disekitar lokasi limbah. Limbah beracun juga dapat terserap kedalam tubuh pekerja melalui kulit.

Limbah ini dikatakan beracun apabila limbah tersebut dapat langsung meracuni manusia atau mahluk hidup lain, salah satu contohnya adalah pestisida, atau limbah yang mengandung logam berat atau mengandung gas beracun.Limbah beracun ini biasanya didefinisikan sebagai senyawa kimia yang beracun bagi manusia atau lingkungan hidup, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Contoh limbah beracun, antara lain:
1) Pestisida, sebagian besar pestisida yang sudah tidak diijinkan untuk digunakan bersifat beracun seperti DDT, Aldrin dan Parathion.
2) Bahan farmasi, sebagian bahan-bahan farmasi yang sudah tidak memenuhi spesifikasi atau tidak terpakai dapat bersifat beracun seperti obat anti kanker atau narkotika.
3) Pelarut Halogen, pelarut seperti Perchloroethylene dan Methylene Chloride yang digunakan untuk pembersihan lemak dan kegiatan lain.
4) Sludge/lumpur dari pengolahan limbah dari kegiatan electroplating dan sludge/lumpur dari pengolahan air limbah dari kegiatan yang menggunakan logam berat dan sianida.
5) Logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Berikut ini tabel 4. Limbah berbahaya produksi industri.


5) Infeksius


simbol b3 bahan infeksius

Biasanya adalah limbah laboratorium medis atau lainnya. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti Hepatitis dan Kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.Limbah ini didefinisikan sebagai bagian tubuh manusia dan atau cairan dari tubuh orang yang terkena infeksi dan atau limbah dari laboratorium yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.

Contoh limbah jenis ini, antara lain:
1) Bagian tubuh manusia seperti anggota badan yang diamputasi dan organ tubuh manusia yang dibuang dari rumah sakit/klinik.
2) Cairan tubuh manusia seperti darah dari rumah sakit/klinik.
3) Bangkai hewan yang ditemukan (dinyatakan resmi) terinfeksi.
4) Darah dan jaringan sebagai contoh dari laboratorium.

6) Bahan Korosif


simbol b3 bahan korosif

Limbah yang memiliki dari salah satu sifat berupa :
1) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
2) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja.
3) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam atau lebih besar dari 12.5 untuk yang bersifat basa.