Showing posts with label Materi. Show all posts
Showing posts with label Materi. Show all posts

Tahapan dan Metode Pengolahan Limbah Cair Industri

23:48 Add Comment
infokimia.com – Proses pengolahan limbah cair memiliki tahapan dan metode yang sangat beragam. Secara umum tahapan pengolahan limbah cair meliputi pengolahan primer (primary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment) dan pengolahan tersier (tertiary treatment). 

Sedangkan penentuan metode pengolahan limbah cair disesuaikan dengan jenis polutan yang terkandung di dalamnya. Metode pengolahan limbah cair tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan dan juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.

Pengolahan Limbah Cair Industri

Pengolahan Primer Limbah Cair (Primary Treatment)

Pengolahan primer limbah cair sebagian besar merupakan proses pengolahan secara fisika yang meliputi proses penyaringan (screening) dan pengolahan awal (pretreatment).

1) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Penyaringan

Limbah cair yang mengalir melalui saluran pembuangan terlebih dahulu disaring menggunakan jeruji saring. Metode penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.

2) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Pengolahan Awal

Pengolahan awal limbah cair dilakukan dengan mengalirkan air limbah yang sudah disaring ke dalam tangki atau bak (grit chamber). Pengolahan awal ini berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat lainnya yang berukuran relatif besar.

Pengolahan Primer Limbah Cair
Pengolahan Primer Limbah Cair

Prinsip kerja dari pengolahan awal limbah cair adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel - partikel pasir mengendap di dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Metode pengendapan limbah merupakan metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut.

Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (floation). Metode pengapungan ini berfungsi efektif untuk memisahkan polutan berupa minyak atau lemak. Pengapungan polutan dalam limbah cair dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung-gelembung udara berukuran ± 30 – 120 mikron. Gelembung udara tersebut akan membawa partikel-partikel minyak dan lemak ke atas permukaan air limbah sehingga kemudian dapat dipisahkan.

Apabila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat dipisahkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, apabila limbah tersebut juga mengandung polutan lain, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut yang tidak dapat dihilangkan melalui proses pengolahan primer maka limbah cair tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.

Pengolahan Sekunder Limbah Cair (Secondary Treatment

Pengolahan sekunder limbah cair merupakan proses pengolahan secara biologis dengan melibatkan mikroorganisme pengurai yang dapat mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme pengurai yang digunakan pada proses pengolahan sekunder limbah cair umumnya adalah bakteri aerob. Ada tiga metode pengolahan sekunder limbah cair yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds/ lagoons).

Pengolahan Sekunder Limbah Cair
Pengolahan Sekunder Limbah Cair

1) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Penyaringan Tetesan (Trickling Filter)

Pada metode penyaringan limbah cair dengan tetesan, bakteri aerob ditumbuhkan pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m.  Limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan mengalir melewati media dalam bentuk tetesan. Selama proses penyaringan ini, bahan organik yang terkandung dalam limbah cair akan didegradasi oleh bakteri aerob. 

Aliran limbah cair yang telah sampai ke dasar lapisan media akan menetes ke dalam suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Limbah cair kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan.


2) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Pada metode lumpur aktif, mula-mula limbah cair disalurkan ke sebuah tangki. Di dalam tangki tersebut  limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi bahan organik oleh bakteri aerob yang berlangsung di dalam tangki dibantu dengan pemberian gelembung oksigen (aerasi). 

Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi bahan organik dalam limbah cair. Dibutuhkan waktu selama beberapa jam  sebelum limbah cair disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan. Setelah proses pengendapan selesai, selanjutkan limbah cair dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut, sedangkan lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi.


3) Pengolahan Limbah Cair dengan Metode Kolam Perlakuan (Treatment Ponds/ Lagoons)

Metode kolam perlakuan merupakan metode pengolahan limbah cair yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode kolam perlakuan, mula-mula limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Alga kemudian ditumbuhkan pada permukaan kolam  dan akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen yang dihasilkan oleh alga tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aerob untuk proses degradasi bahan organik dalam limbah cair. Pada metode ini, terkadang kolam juga dilakukan proses aerasi. Selama proses degradasi bahan organik  berlangsung, partikel-partikel padat tersupensi yang terdapat dalam limbah cair juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah cair terdegradasi dan terbentuk endapan di dasar kolam, kemudian air limbah dapat dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.

Pengolahan Tersier Limbah Cair (Tertiary Treatment). 

Pengolahan tersier limbah cair dilakukan apabila setelah pengolahan primer dan sekunder imbah cair masih terdapat zat berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan tersier limbah cair bersifat khusus, dikarenakan pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat berbahaya yang tersisa dalam limbah cair atau air limbah. Umumnya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder limbah cair adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam anorganik lainnya. 

Pengolahan Tersier Limbah Cair
Pengolahan Tersier Limbah Cair

Pengolahan tersier limbah cair sering disebut juga sebagai pengolahan lanjutan (advanced treatment). Adapun metode pengolahan tersier limbah cair meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika, misalnya metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik. Metode pengolahan tersier limbah cair jarang diterapkan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini dikarenakan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier limbah cair cenderung tinggi.

Pengolahan Lanjutan Limbah Cair

Adapun pengolahan lanjutan limbah cair atau air limbah meliputi proses desinfeksi (disinfection) dan pengolahan lumpur (sludge treatment).

1) Disinfeksi Limbah Cair (Disinfection)

Disinfeksi (disinfection) merupakan proses pengolahan limbah cair dengan menambahkan senyawa kimia atau perlakukan fisik yang bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair.

Contoh disinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV), atau dengan ozon (Oз). Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum air limbah dibuang ke lingkungan.

Pengolahan Lumpur Limbah Cair
Pengolahan Lumpur Limbah Cair

2) Pengolahan Lumpur Limbah Cair (Sludge Treatment)

Setiap tahapan pengolahan limbah cair (primer, sekunder atau tersier) akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur yang mengandung endapan polutan tersebut tidak dapat dibuang secara langsung ke lingkungan, namun perlu diolah lebih terlebih dahulu. Lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai secara anaerob (anaerob digestion). Setelah diurai, kemudian lumpur disalurkan ke beberapa alternatif seperti dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (insinerasi).

Definisi, Sumber, dan Dampak Limbah Pada Kesehatan

23:45 2 Comments
limbah cair domestik


Definisi Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi dari sektor industri maupun aktivitas domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan dapat berupa sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik (grey  water). Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan  dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.


Sumber Emisi Limbah

Jenis dan skala kegiatan yang diduga menjadi sumber pencemar disebut sebagai sumber emisi limbah. Sumber emisi limbah pada umumnya berasal dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan dan pariwisata (rekreasi).

Limbah Domestik (Pemukiman)

Limbah pemukiman umumnya berupa limbah padat dan limbah cair. Contoh Limbah padat pemukiman adalah sampah rumah tangga, sedangkan contoh limbah cair pemukiman adalah tinja. Baik limbah padat atau cair, keduanya dapat mencemari lingkungan, khususnya sumber air. Air yang tercemar limbah pemukiman akan menjadi sumber penyakit menular, sehingga tidak layak digunakan sehari-hari.

Limbah Industri

Limbah industri dapat berupa gas, cair maupun padat. Limbah yang dihasilkan oleh industri umumnya termasuk kategori limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Limbah industri dapat mencemari lingkungan perairan, tanah, dan udara.

Limbah cair hasil industri dapat berupa sisa reaktan seperti logam-logam berat. Apabila limbah cair dibuang ke perairan, misalnya sungai akan mencemari air sungai, sehingga air sungai tersebut tidak dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air.

Limbah padat hasil industri umumnya berupa sampah-sampah anorganik yang tidak dapat terurai. Apabila limbah padat tersebut dibuang langsung ke tanah maka akan mencemari tanah dan sumber air tanah. Tanah yang tercemar tidak dapat ditumbuhi oleh tanaman, sehingga tanah menjadi tidak produktif.

Limbah gas hasil industri yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SO2, NO2, CO, dan gas-gas hasil pembakaran lainnya. Gas SO2 dan NO2 merupakan gas penyebab terjadinya hujan asam. Hujan asam dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian, dan hutan. 

Limbah B3 yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun. Akumulasi dari logam berat di dalam tubuh dapat mengakibatkan kanker, keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.

Baca JugaTeknik Pengambilan Sampel (Sampling) Air Limbah



Limbah Pertanian

Limbah pertanian umumnya berasal dari pestisida dan pupuk. Pada dasarnya pestisida digunakan untuk membunuh hama, tetapi karena pemakaiannya yang tidak sesuai dengan prosedur keselamatan kerja maka pestisida menjadi biosida (pembunuh kehidupan). Pestida yang dipakai secara berlebihan akan mengkontaminasi sayuran dan buah-buahan.
Penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak sesuai standar akan mengakibatkan kontaminasi perairan. Hal tersebut dikarenakan pupuk yang berlebih tidak seluruhnya diserap oleh tanaman. Sisa pupuk tersebut akan larut dalam air dan kemudian terbawa ke dalam sumber air. Apabila pupuk terlarut tersebut sampai diperairan yang terdapat gulma, maka akan merangsang pertumbuhan gulma dan menimbulkan eutrofikasi. Dan pemakaian herbisida untuk mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab terkontaminasinya ikan, udang dan biota air lainnya.

Limbah Pertambangan

Limbah pertambangan dihasilkan melalui proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Contohnya, pertambangan emas memerlukan bahan air raksa atau mercuri untuk mengikat unsur agar terpisah dari zat pengotornya. Setelah emas terikat, maka unsur mercuri tersebut dibebaskan dari emas untuk mendapatkan emas murni. Namun sering kali unsur mercuri dari pertambangan emas langsung dibebaskan ke lingkungan perairan (sungai). Merkuri yang terlarut di dalam air akan menjadi limbah logam berat cair yang sangat berbahaya. Limbah merkuri adalah penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik.

Limbah Periwisata (Rekreasi)

Kegiatan pariwisata dapat menghasilkan limbah padat, cair dan gas. Limbah padat yang dihasilkan dalam sektor pariwisata berupa sampah anorganik seperti plastik dan sebagainya. Sedangkan limbah cair dan gas dihasilkan  melalui sarana transportasi yang berupa gas buangan kendaraan, tumpahan minyak dan oli dilaut sebagai limbah perahu atau kapal motor dikawasan wisata bahari.

Dampak Emisi Limbah Pada Kesehatan

Emisi limbah yang dibuang ke lingkungan akan menyebar secara luas di lingkungan sesuai dengan kondisi media transportasi limbah. Apabila emisi limbah menyebar melalui udara maka penyebarannya tergantung dari arah angin dominan dan dapat menjangkau wilayah yang cukup luas. Apabila emisi limbah menyebar melalui air maka penyebarannya sesuai dengan arah aliran air dan dapat menjangkau wilayah yang sangat jauh. Adapun komponen lain yang ikut menyebarkan emisi limbah tersebut adalah biota air yang ikut tercemar.

Aktivitas manusia di lingkungan tercemar limbah akan sangat berbahaya bagi kesehatan. Aktivitas tersebut dapat berupa menghirup udara yang tercemar, minum air yang tercemar, makan makanan yang terkontaminasi dan kemasukan limbah melalui kulit. Umumnya kontaminasi emisi limbah B3 ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan (hidung), oral (mulut), dan kulit.

Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh kontak dengan emisi limbah bervariasi: dari ringan, sedang, sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian. Variasi tersebut tergantung dari dosis dan waktu kontak dengan emisi limbah.

Adapun jenis penyakit yang ditimbulkan akibat kontak dengan emisi limbah pada umumnya merupakan penyakit non infeksi, misalnya keracunan, kerusakan organ, kanker, hypertensi, asma bronchioli, pengaruh pada janin yang dapat mangakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental, gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan dan lain sebagainya.


Cara Kalibrasi pH Meter

18:18 Add Comment
infokimia.com – pH meter merupakan alat untuk mengukur derajat keasaman atau kebasaan suatu zat cair. Pada pH meter terdapat elektroda (probe pengukur) yang terhubung dengan alat elektronik yang dapat menampilkan nilai pH. Elektroda pada pH meter memiliki bentuk batang yang terbuat dari kaca. Pada bagian bawah elektroda terdapat bohlam yang berfungsi sebagai sensor terhadap jumlah ion hidrogen atau jumlah ion hidroksida di dalam suatu zat cair. Bohlam pada elektroda pH meter merupakan bagian yang sangat sensitif dan harus selalu dikalibrasi setelah dipakai untuk pengujian.

cara kalibrasi ph meter

Kalibrasi normal pH meter harus dilakukan setiap hari pada awal waktu. Sedangkan pada saat melakukan pengukuran pH, maka kalibrasi harus dilakukan sebelum setiap pengukuran. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer standar. Saat ini tersedia berbagai macam merk larutan buffer standar di pasaran. Dan pada setiap pembelian instrumen pH meter juga dilengkapi dengan daftar prosedur pengoperasian, prosedur kalibrasi dan rekomendasi jenis buffer standar cocok digunakan serta pengaturan suhu standar kalibrasi.

Kalibrasi pH meter dilakukan dengan menggunakan minimal dua larutan buffer standar. Pada saat melakukan kalibrasi pH meter sangat direkomendasi menggunakan buffer standar yang terdapat rentang pengukuran pH tercakup di dalamnya.  Contohnya pengukuran sampel yang memiliki rentang pH 5, maka kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer standar pH 4 dan 7.

Langkah Kerja Melakukan Kalibrasi pH Meter

Adapun cara melakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan larutan buffer standar  pH 4, 7, dan 10 adalah sebagai berikut:

  1. Hidupkan pH meter, biarkan alat selama 30 menit untuk pemanasan.
  2. Siapkan buffer standar yang akan digunakan.
  3. Cuci elektroda dengan mengunakan akuades, kemudian keringkan dengan tisu yang lembut.
  4. Rendam elektroda di larutan buffer standar pH 4, biarkan pembacaan stabil.
  5. Catat hasil pembacaannya.
  6. Angkat elektroda tersebut kemudian bilas dengan menggunakan akuades dan keringkan dengan tisu.
  7. Rendam kembali elektroda di larutan buffer standar pH 7, biarkan pembacaan stabil.
  8. Angkat elektroda tersebut kemudian bilas dengan menggunakan akuades dan keringkan kembali dengan tisu.
  9. Catat kembali hasil pembacaannya.
  10. Rendam elektroda di larutan buffer standar pH 10, biarkan pembacaan stabil.
  11. Angkat elektroda tersebut kemudian bilas dengan menggunakan akuades dan keringkan kembali dengan tisu.
  12. Catat kembali hasil pembacaanya.
  13. Terakhir rekap nilai hasil pembacaan pH larutan buffer standar, kemudian lakukan perhitungan nilai slope.

Berdasarkan nilai slope yang diperoleh, maka dapat diketahui efektivitas kinerja dari pH meter. Setiap pH meter mempunyai persyaratan nilai slope yang dapat diterima. Persyaratan tersebut biasanya disebutkan di dalam manual book dari pabrikan alat pH meter. Nilai slope yang tidak sesuai persyaratan menggambarkan hasil pengukuran dari pH meter kurang akurat.

Cara Kalibrasi Neraca Analitik

22:58 Add Comment
infokimia.com – Neraca analitik atau neraca laboratorium merupakan jenis neraca yang dirancang untuk mengukur massa kecil dalam rentang sub-miligram. Pada neraca analitik terdapat piringan pengukur yang mampu mengukur 0,1 mg atau lebih baik. Piringan pengukur tersebut dilengkapi sensor yang sangat sensitif bahkan terhadap debu dan tekanan  angin yang mengalir mengenai piringan. Apabila tekanan angin mengenai piringan pengukur maka akan mempengaruhi sensor dan ketelitian hasil pengukuran akan menurun (berkurang). Oleh karena itu pada neraca analitik dilengkapi pelindung angin berupa kotak transparan yang terbuat dari kaca atau akrilik yang berfungsi untuk melindungi piringan pengukur dari pengaruh tekanan angin yang mengalir dalam ruangan.


Pentingnya Kalibrasi Neraca Analitik

Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi kinerja dari neraca analitik. Sifatnya yang sensitif membuat neraca analitik sangat peka terhadap gaya luar yang bekerja padanya. Gaya luar yang dimaksud adalah suhu ruangan, kemiringan alas tempat meletakkan neraca, dan tekanan angin dalam ruangan. Bahkan udara hasil pernapasan juga mempengaruhi sensitifitas neraca. Sehingga neraca perlu dilakukan kalibrasi agar hasil pengukuran tetap akurat dan teliti (presisi). Kalibrasi neraca analitik harus dilakukan secara berkala dan teratur. Proses kalibrasi dilakukan dengan menggunakan anak timbangan standard yang memiliki sertifikat SI. Anak timbangan terdiri dari berbagai macam ukuran, mulai dari 0,1 mg sampai dengan 100 g.

ukuran anak timbangan neraca analitik
Anak Timbangan Neraca Analitik

Langkah Kerja Kalibrasi Neraca Analitik

Adapun langkah kerja dalam melakukan kalibrasi neraca analitik adalah sebagai berikut :

  1. Pastikan timbangan terletak pada bidang meja yang datar (tidak miring dan tidak bergelombang).
  2. Atur waterpass timbangan pada posisi setimbang.
  3. Hidupkan timbangan dengan menekan tombol on, biarkan timbangan selama 30 menit untuk pemanasan.
  4. Siapkan anak timbangan standar bersertifikat SI.
  5. Lakukan penimbangan anak timbangan mulai yang bermassa paling kecil.
  6. Catat hasil penimbangan anak timbangan pada tabel pengamatan.
  7. Angkat anak timbangan dari piringan, kemudian timbangan di-nol-kan terlebih dahulu dengan menekan tombol zero sebelum melanjutkan menimbang massa anak timbangan yang lain.
  8. Ulangi penimbangan sampai 3 kali pengulangan.
  9. Lakukan langkah (5), (6), (7), dan (8) untuk menimbang massa anak timbangan yang lain.
  10. Hitung massa rata-rata hasil timbangan untuk setiap anak timbangan.

Toleransi perbedaan yang masih dapat diterima adalah sebagai berikut:
Anak timbangan berbobot 1-5 mg ± 0,014 mg
Anak timbangan berbobot 100-500 mg ± 0,025 mg
Anak timbangan berbobot 1-5 g ± 0,054 mg

Pengertian, Tujuan, dan Manfaat Kalibrasi Instrumen dan Alat Ukur

22:45 Add Comment
infokimia.com – Setiap instrumen atau alat ukur harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Oleh karena itu suatu instrumen harus dianggap tidak cukup baik, sehingga akan dilakukan kalibrasi untuk memastikan bahwa instrumen atau alat ukur tersebut dalam keadaan baik.

Kalibrasi sangat diperlukan untuk mengetahui kinerja suatu perangkat instrumen atau alat ukur. Baik instrumen baru atau instrumen yang sudah lama dipakai harus dilakukan kalibrasi secara berkala. Dengan melakukan kalibrasi maka dapat diketahui performa dari suatu instrumen atau alat ukur ketika digunakan, sehingga hasil pengukuran tidak dipertanyakan.


kalibrasi instrumen dan alat ukur

Pengertian Kalibrasi Instrumen (Alat Ukur)

Menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM), Kalibrasi merupakan serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.

Berdasarkan definisi diatas, maka disimpulkan bahwa kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran nilai hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh instrumen atau alat ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu ditelusuri (traceable). Standar ukur tersebut dapat ditelusuri baik standar nasional  maupun internasional untuk satuan ukuran yang tersertifikasi.

Kalibrasi merupakan proses untuk menyesuaikan keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya: kalibrasi termometer, dengan mengkalibrasi termometer maka kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukkan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala.

Tujuan Kalibrasi Instrumen (Alat Ukur)

Adapun tujuan kalibrasi secara umum, yaitu:
1. Mengetahui ketertelusuran hasil pengukuran. Hasil pengukuran yang diukur oleh suatu instrumen atau alat ukur dapat ditelusuri sampai ke standar yang lebih tinggi atau teliti (standar primer nasional dan internasional) dengan perbandingan yang tak terputus.
2. Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai hasil pengukuran yang  ditunjukkan oleh suatu instrumen atau alat ukur.
3. Menjamin nilai hasil pengukuran sesuai dengan standar nasional maupun internasional.
4. Meningkatkan taraf kepercayaan terhadap hasil pengukuran oleh suatu instrumen atau alat ukur.

Manfaat Kalibrasi Instrumen (Alat Ukur)

Adapun manfaat kalibrasi secara umum, yaitu:
1. Menjaga kondisi instrumen atau alat ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya.
2. Mendukung sistem penjaminan mutu yang diterapkan di berbagai industri pada peralatan laboratorium dan produksi.
3. Mengetahui perbedaan (penyimpangan) antara nilai stardar dengan nilai yang ditunjukkan oleh instrumen atau alat ukur.

Persyaratan Kalibrasi Instrumen (Alat Ukur)

Setiap lembaga atau laboratorium memiliki sistem manajemen mutu. ISO/IEC Guide 17025:2005 merupakan acuan sistem manajemen mutu. Sistem tersebut mengharuskan suatu lembaga atau laboratorium memiliki sistem pengukuran yang efektif, termasuk di dalamnya kalibrasi formal, periodik dan terdokumentasi untuk semua perangkat pengukuran. Kalibrasi instrumen atau alat ukur harus dilakukan oleh operator (teknisi) yang ahli (bersertifikat). Operator tersebut memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga riset yang berwenang dalam melakukan kalibrasi instrumentasi.

Salah satu lembaga di Indonesia yang memiliki standar pengukuran tertinggi (dalam SI dan satuan-satuan turunannya) adalah Pusat Penelitian Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi (Puslit KIM LIPI). Standar pengukuran yang dimiliki oleh Puslit KIM LIPI digunakan sebagai acuan bagi perangkat yang dikalibrasi. Puslit KIM LIPI juga mendukung infrastuktur metrologi di suatu negara dengan membangun rantai pengukuran dari perangkat yang digunakan dengan standar tingkat tinggi/ internasional.

Hasil Kalibrasi Instrumen (Alat Ukur)

Dengan melakukan kalibrasi terhadap suatu instrumen atau alat ukur maka diperoleh hasil, yaitu:
1. Nilai Objek Ukur
2. Nilai Koreksi/Penyimpangan
3. Nilai Ketidakpastian Pengukuran atau besarnya kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran. 

Nilai ketidakpastian pengukuran diperoleh setelah melakukan evaluasi terhadap nilai hasil pengukuran dengan alat ukur dibandingkan dengan standar.
Sifat metrologi lain seperti faktor kalibrasi, kurva kalibrasi.