Pengertian, Prinsip Dasar, Jenis dan Penerapan Titrasi Reduksi Oksidasi (Redoks)

18:31
titrasi reduksi oksidasi (titrasi redoks)

Prinsip Dasar Titrasi Redoks 

Oksidasi merupakan proses pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul. Sedangkan reduksi merupakan proses penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu atom, ion atau molekul. Dalam sistem reaksi kimia tidak ada elektron yang berdiri sendiri (elektron bebas). Pelepasan elektron oleh suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh zat yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi atau disebut dengan reaksi reduksi oksidasi (reaksi redoks).
 
Istilah redoks digunakan untuk reaksi - reaksi yang mengalami pelepasan elektron (oksidasi) dan pengikatan elektron (reduksi). Pada reaksi redoks jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor selalu sama dengan jumlah elektron yang diikat oleh oksidator. Konsepnya sama dengan reaksi asam basa, dimana proton yang dilepaskan oleh asam dan proton yang diikat oleh basa juga selalu sama.


Penyetaraan jumlah elektron pada reaksi redoks dapat dilakukan dengan memisahkan reaksi menjadi dua bagian yaitu bagian oksidasi dan bagian reduksi, masing-masing dikenal sebagai setengah reaksi. Contoh reaksinya adalah sebagai berikut:
Oksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e
Reduksi : Ce4+ + e → Ce3+
Redoks : Fe2+ + Ce4+ → Fe3+ + Ce3+
 
Reaksi redoks umumnya berlangsung dalam larutan air. Sehingga dalam reaksi redok perlu penyetaraan koefisien reaksi air (H+ atau OH-). Contohnya dalam reaksi oksidasi senyawa besi (II) dengan kalium permanganat berikut ini.
Oksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e …………………………… x5
Reduksi : MnO4-  + 8H+ + 5e → Mn2+ + H2O
Redoks : 5Fe2+ + MnO4- → 8H+ + 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
Penggunaan x5 (kali 5) tersebut adalah untuk menyetarakan jumlah elektron yang terdapat pada reaksi oksidasi dengan jumlah elektron yang terdapat pada reaksi reduksi.

Reaksi redoks dapat dijadikan sebagai dasar titrasi apabila memenuhi persyaratan umum sebagai berikut:
1) Reaksi harus cepat dan sempurna.
2) Reaksi berlangsung harus berlangsung secara stoikiometri. Sehingga terdapat kesetaraan yang pasti antara oksidator dan reduktor (dapat dihitung)
3) Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara potentiometri.

Jenis-Jenis Titrasi Redoks

Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi redoks. Reaksi ini hanya dapat berlangsung jika terjadi interaksi dari senyawa/unsur/ion yang bersifat oksidator dengan unsur/senyawa/ion bersifat reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analat harus bersifat reduktor atau sebaliknya. Berdasarkan sifat larutan bakunya maka titrasi redoks dibagi atas: oksidimetri dan reduksimetri.

Oksidimetri

Oksidimetri adalah metode titrasi redoks dengan larutan baku yang bersifat sebagai oksidator berdasarkan jenis oksidatornya maka oksidimetri dibagi menjadi yaitu:
titrasi permanganometri
Titrasi Permanganometri

1) Permanganometri
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan KMnO4 mengalami reduksi. Dalam suasana asam reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn2+ + 4H2O

Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606. Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok karena tidak bereaksi dengan permanganat. Sedangkan dengan asam klorida terjadi reaksi sebagai berikut:
2MnO4- + 10Cl- + 16H+ → 2Mn2+ + 5Cl2 + 8 H2O

Untuk larutan tidak berwarna, tidak perlu menggunakan indikator, karena 0,01 ml kalium permanganat 0,1 N dalam 100 ml larutan telah dapat dilihat warna ungunya. Untuk memperjelas titik akhir dapat ditambahkan indikator redoks seperti feroin, asam N-fenil antranilat. Penambahan indikator ini biasanya tidak diperlukan, kecuali jika menggunakan kalium permanganat 0,01 N.

Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas apa yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti:
a) Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
b) Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.

2) Dikhrometri 
Dikhrometri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan larutan baku K2Cr2O7. Sepanjang titrasi dalam suasana asam K2Cr2O7 mengalami reduksi.
Cr2O72- + 14H+ + 6e → 2Cr3+ + 7H2

3) Serimetri 
Serimetri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan larutan baku Ce(SO4)2, reaksi reduksi yang dialaminya adalah:
Ce4+ + e → Ce3+
 
4) Iodimetri
Iodimetri adalah penetapan kadar zat berdasar atas reaksi oksidasi reduksi dengan larutan baku I2 dimana pada titrasi mengalami reduksi.
I2 + 2e → 2I- Eo = + 0,535 volt 

Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan baku iodium terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih rendah Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida (I3). Untuk tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya ditulis dengan I3 dan bukan I2 ,misal :
I3 + 2S2O32→ 3I + SO62
 
Reaksi diatas lebih akurat dari pada :
I2 + 2S2O32 → 2I + SO62
namun demi kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan I2 bukan dengan I3

5) Iodatometri
Kalium Iodat merupakan oksidator yang kuat. Dalam kondisi tertentu kalium Iodat dapat bereaksi secara kuantitatif dengan yodida atau Iodium. Dalam larutan yang tidak terlalu asam, reaksi Iodat dengan garam Iodium, seperti kalium yodida, akan berhenti jika Iodat telah tereduksi menjadi Iodium.
IO3- + 2I- + 3Cl- → 3H2O + 3I2
 
I2 yang terbentuk dapat dititrasi dengan natrium tiosulfat baku. Jika konsentrasi asamnya tinggi yaitu lebih dari 4 N, Iodium yang terbentuk pada reaksi diatas akan dioksidasi oleh Iodat menjadi ion Iodium, I+. Konsentrasi ion klorida yang tinggi menyebabkanterbentuknya Iodium monoklorida yang stabil terhadap hidrolisis karena adanya asam klorida.
IO3 - + 2I- + 3Cl- + 6H+ → 3ICl + 3H2O

Pada reaksi ini untuk mengamati titik akhir reaksi dapat digunakan kloroform atau karbon tetraklorida. Pada awal titrasi timbul Iodium sehingga larutan kloroform berwarna ungu. Pada titrasi selanjutnya Iodium yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi I- dan warna lapisan kloroform menjadi hilang.



Reduksimetri

Reduksimetri adalah metode titrasi redoks dengan larutan baku yang bersifat sebagai reduktor dan salah satu metode reduksimetri yang terkenal adalah iodometri, pada iodometri larutan baku yang digunakan adalah larutan Natrium tiosulfat yang pada titrasinya mengalami oksidasi.
2S2O32- → S4O62- + 2e 

Iodida merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem iodium iodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini:
I2 + 2e → 2I-     Eo = +0,535 volt 

1) Iodometri
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar dari sistem iodium iodida. Iodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel.Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya:
oksidator + KI → I2
I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

Satu tetes larutan iodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Untuk menaikkan kepekaan titik akhir dapat digunakan indikator kanji. Iodium dilihat dengan kadar iodium 2 x 10-4 M dan iodida 4 x 10-4 M. Penyusun utama kanji adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodium membentuk warna biru, sedangkan amilopektin membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida. Adanya iodium dalam lapisan organik menimbulkan warna ungu.

2) Bromatometri
Bromatometri adalah titrasi reduksi-oksidasi dimana larutan KBrO3 digunakan sebagai larutan pentitrasi (titran). KBrO3 dalam suasana asam reaksinya sebagai berikut:
BrO3 + 5Br- + 6H+ → 3Br2 + 3H2

Dengan penambahan KBr, KBrO3 akan mengoksidasi KBr menjadi Br2. Br2 dapat dikenali dari warnanya yang kuning, tetapi dapat juga dikenal dengan indikator azo misalnya metil merah atau metil jingga. Di dalam suasana asam indikator ini berwarna merah yang kemudian diuraikan oleh Br2 menjadi kuning pucat. Perubahan warna tidak reversible karena indikator dirusak oleh Br2.

(Baca Juga: Indikator Titrasi Reduksi Oksidasi (Redoks)) 

Penerapan Titrasi Redoks

Penerapan titrasi redoks telah banyak digunakan dalam analisa kimia.
1) Penerapan dalam bidang farmasi yaitu untuk menganalisis kandungan vitamin C (asam askorbat) dalam suatu sampel obat.
2) Penerapan dalam bidang industri yaitu pada penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat.
3) Penerapan dalam bidang pangan dan pengawasan mutu makanan yaitu pada penentuan bilangan peroksida dalam minyak goreng bekas pakai (minyak jelantah)
4) Penerapan titrasi redoks juga dilakukan pada penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate, penentuan besi (II) dengan serium (IV), dan sebagainya.


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »